Long life Education (Pendidikan Seumur Hidup)
I. PENDAHULUAN
Dunia semakin hari semakin mengalami perubahan, perubahan itu terjadi secara alami dan karena campur tangan manusia. Perubahan itu pula yang harus membuat manusia semakin peka akan kejadian-kejadian yang ada. Hadirnya berbagai ilmu pengetahuan di dunia ini memudahkan manusia untuk beraktivitas, teknologi yang canggih di dukung oleh komputerisasi membuat manusia semakin terbantu melakukan aktivitasnya, semuanya terasa lebih mudah. Alat komunikasi yang tak mengenal jarak dan waktu semakin memudahkan manusia untuk terus melakukan interaksi dimanapun dan kapanpun. Begitu cepat perubahan dan perkembangan itu terjadi, hal ini menuntut manusia harus terus belajar dimanapun dan kapanpun.
Pada dasarnya manusia dilahirkan kealam dunia ini dalam keadaan fitrah atau suci sesuai dengan hadist Rasululullah Saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Sejak anak dilahirkan kealam dunia ini sesungguhnya adalah awal manusia mulai belajar, karena di dalam Islam dikatakan bahwa manusia itu belajar sejak ia dilahirkan sampai ia masuk kedalam liang lahat. Sungguh luar biasa ajaran Islam mendidik umatnya untuk terus menuntut ilmu pengetahuan tanpa mengenal usia, selama kita masih bisa menikmati hidup, selama kita masih bisa menghirup udara, selama kita masih bisa bergerak itu artinya kita wajib menuntut ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu
Oleh sebab itu ketika seorang anak mulai dilahirkan kealam dunia ini orang tua sudah mulai mengjari anaknya dengan berbagai hal tentunya dengan konsep dan metode yang sesuaI dengan usianya.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus
Konsep belajar sepanjang hayat atau yang dikenal dengan Long Life education bisa dilakukan dimana saja, mulai dari lingkungan keluarga dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai dengan usia tua, belajar sepanjang hayat juga bisa dilakukan dalam pendidikam formal, dari mulai Taman kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah menengah pertama, Sekolah menegah atas/kejuruan, perguruan tinggi. Lahirnya konsep belajar sepanjang hayat adalah bagian dari keprihatinan pada dunia pedidikan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan pada dunia formal. Oleh sebab itu belajar sepanjang hayat bisa dilakukan pada kegiatan non formal, misalnya kegiatan pelatihan, PLS, kelompok belajar dan lain sebagainya.
II. PEMBAHASAN
A. Belajar sepanjang hayat.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau, setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dan generasi muda, mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya.
B. Landasan Belajar sepanjang hayat
Belajar sepanjang hayat merupakan kewajiban setiap manusia tidak mengenal usia, status, ruang dan waktu serta yang lainnya. Konsep belajar sepanjang hayat sesungguhnya telah lama ada dalam ajaran Islam sesuai dengan hadis yang berbunyi:
اُØ·ْÙ„ُبُÙˆُا العِÙ„ْÙ…َ Ù…ِÙ†َ المَÙ‡ْدِ اِلىَ اللََّØْدِ
artinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis)
Dengan memperhatikan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year). Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education.
Dari landasan diatas maka sesungguhnya pembelajaran sepanjang hayat sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang menyadari akan pentingnya sebuah pengetahuan. Belajar sepanjang hayat bisa dalam pendidikan formal maupun non formal.
c. Belajar Sepanjang hayat dalam tiga aspek menurut penulis
Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan tentap belajar sepanjang hayat yang dilakukan dari tiga aspek lingkungan belajar. Yaitu belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga, dalam pendidikan formal, dan dalam pendidikan non formal.
a). Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga
Tempat belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan keluaraga, pada tapa inilah tahap yang paling menentukan seorang anak untuk memulai pembelajaran dalam keluarganya. Khususnya dalam ajaran Islam pembelajaran sudah dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam rahimnya, dalam konsep ini jelas bahwa Islam memang sangat memperhatikan umatnya untuk senantiasa belajar. Kemudian dalam Islam dijelaskan berdasarkan hadis Rasulullah Saw “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Dalam hadis ini jelas bahwa peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga. Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Belajar pada masa balita
Dalam masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya, sesuai dengan kemampuan serta fase perkembanganya. Misalnya dengan mengajarkan atau melatih anak untuk bisa merangkak, kemudian berdiri, berjalan walaupun pembelajaran seperti ini bisa terjadi secara alami tapi tetap membutuhkan perhatian khusus dari orang tua. Selain itu pada masa balita bisa dilakukan pembelajaran seperti mengucapkan kalimat atau kata sederhana serta belajar bicara dan lain sebagainya.
2. Belajar pada masa kanak-kanak
Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan pembelajaran pada anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran misalnya bagaimana mereka menggunakan pakaian atau melepaskannya, mebiasakan anak untuk hidup disiplin dengan cara memberikan contoh misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah tepat waktu, belajar dan bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pada masa ini pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan misalnya dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya memberikan pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena cenderung seorang anak biasanya melakukan sesuatu dari apa yang dilihatnya. Pada masa ini pembentukan karakter juga bisa diberikan misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika berangkat dan pulang sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih tua, membiasakan sholat lima waktu dan lain sebagainya.
3. Belajar pada masa remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang anak cenderung mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua dalam memberikan pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah penting. Agar pada masa ini bisa berkembang dengan baik, tanpa terpengaruh oleh lingkungan luar, terpengaruh oleng teman-teman bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran sepanjang hayat mempunyai peranan penting karena dalam fase ini pula seorang anak akan mulai mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan cenderung memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu. Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua sangatlah penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang positif serta berkembang secara normal.
4. Belajar pada masa dewasa
Konsep belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang penting dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pada fase ini seorang anak remaja yang berkembang menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati dirinya, bahkan memilki karakter tersendiri. Pada masa ini pula biasanya kecenderungan seseorang untuk menyudahi belajar sangat dominan khususnya perempuan. Diawali selesai masa kuliah, kemudian menikah, punya anak dan memilki keluaraga. Pada masa-masa ini seseorang cenderung lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya. Padahal pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan. Oleh sebab itu dalam lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan pemahan kepada anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik belajar formal maupun non formal.
5. Belajar pada masa tua atau usia lanjut dalam lingkungan keluarga
Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau pada masa ini orang tua memberikan pembeljaran pada anak-anaknya. Karena sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
b). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Formal
Belajar sepanjang hayat sangatlah dibutuhkan setiap individu yang membutuhkan ilmu pengetahuan, orang yang menyadari akan pentingnya arti sebuah ilmu maka ia akan berusaha untuk terus melanjutkan pendidikannya sampai dengan jenjang yang paling tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimilkinya. Didalam ajaran Islam sesunggunya mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw, “ Sesungguhnya menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki atau perempuan “ (HR. Ibnu Majah). Dalam hadis ini sangat tegas di sebutkan atas kewajiban seorang muslim oleh sebab itu apabila kewajiban ini tidak dilakukan oleh seorang muslim maka hukumnya adalah dosa. Dalam hadis yang lain Rasulullah saw, mengatakan “Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga”. (HR. Muslim). Sungguh luar biasa bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan yaitu baginya akan dimudahkan jalan menuju surga, oleh sebab itu dengan hadis ini muda-mudahan kita akan semakin termotivasi, karena mendapat keridhoan Allah dan masuk surga adalah dambaan bagi setiap manusia.
Pembelajaran sepanjang hayat (Long Life education) dalam pendidikan formal, adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana, memilki tujuan – tujuan khusus sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang diminati oleh pembelajar. Yang termasuk dalam pendidikan formal adalah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi, D1, D2, D3, S1,S2, dan S3. Pada pendidikan formal setelah seseorang meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan, setiap orang diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini berlaku sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk belajar maka selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Maka tidak heran kita sering melihat atau mendengar orang yang sudah berusia tua ada di antara sebagian mereka masih melanjutkan kuliahnya ada yang S1, S2 dan S3. itu artinya pendidikan sepanjang hayat ini memang relevan bagi setiap orang, setiap orang punya kesempatan yang sama, asalkan mempunyai keinginan dan kemampuan.
C). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal
Belajar tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita bisa belajar dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah atau pendidikan formal serta berizazah, tetapi belajar bisa dimana saja, dari berbagai sumber yang berisi tentang pengetahuan. Banyak orang yang belajar ototidak (belajar sendiri) namun mereka lebih berhasil dari orang-orang yang berpendidikan formal, itu artinya belum tentu orang yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada orang yang tidak berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi sukses adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain, komunikatif, pandai begaul, punya kemauan keras dan tentunya skil tidak kalah penting.
Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap orang bisa belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep pendidikan sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari yang lainnya. Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok belajar, organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat – tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap orang harus terus belajar dari setiap perjalanan hidupnya sampai ajal menjemputnya. Karena ilmu pengetahuan sangat berguna bagi setiap orang walalupun bagi orang yang sudah berusia lanjut sekalipun. Dalam islam dikatakan Allah akan mengangkat orang – orang yang berilmu dan beriman beberapa derajat, itu artinya betapa Allah menghargai orang yang berilmu karena dengan ilmu pula orang akan lebih mampu mengenal Allah dan lebih banyak mendekatkan diri padanya dengan ritual-ritual ibadah.
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah), tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. (M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. (Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
D. Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam :143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
III. KESIMPULAN
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan sebuah konsep yang memberikan pemahaman kepada setiap orang agar terus belajar dalam perjalanan hidupnya, belajar sepanjang hayat tidak mengenal usia, serta ruang dan waktu. Pendidikan sepanjang hayat juga merupakan konsep yang sudah lama dikenal dalam Islam bahkan jauh sebelum unesco mengeluarkan tentang konsep Long Life Education. Konsep belajar sepanjang hayat dalam Islam sesuai dengan hadir Rasullulah Saw, yaitu” Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis. Selain itu didalam ajaran Islam menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban sesuai dengan hadis Rasulullah saw, sebagai berikut : “ Sesungguhnya menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki atau perempuan “ (HR. Ibnu Majah). Dua hadist diatas jelas menegaskan kepada umatnya bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting. Konsep belajar sepanjang hayat yang penulis kemukakan bisa dilakukan pada lingkungan keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Selanjutnya manfaat dari pendidikan sepanjang hayat adalah agar setiap manusia selalu membepunyai bekal dalam kehidupan ini, sehingga dalam menjalani kehidupan ini akan lebih terarah dan senantiasa mampu melakukan yang terbaik untuk kemaslahatan umat, mampu menjadi orang yang bijaksana.
SUMBER :
- http/www.google.com. Long life Education (Pendidikan Seumur Hidup). By : Namin AB (Mahasiswa Program Pasca sarjana Uhamka) @ Jumat, 22 Januari 2010.
- Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009.
LONG LIFE EDUCATION
Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah), tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. (M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. (Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam :143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kesimpulan
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
(Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009)
LONG LIFE EDUCATION
i
Saya terkejut ketika membaca berita di situs Kompas tentang seorang perempuan yang sudah berusia 102 tahun masih mau belajar di sekolah formal. Di umur yang sebenarnya sudah renta ini, masih punya semangat belajar. Nenek gaul kali ya! He..he.. Sosok perempuan itu adalah Ma Xiuxian Kisah ini terjadi di dataran China, tepatnya di Kota Jinan, Provinsi Shandong. Ma Xiuxian bertekad menuntut ilmunya dengan menjadi murid salah satu sekolah dasar di daerah setempat. Tidak berlebihan juga jika nenek ini disebut sebagai murid SD tertua di dunia.
Kompas menuliskan “Luar biasa, memang. Di usia yang tidak semua orang bisa mencapainya itu, Ma masih memiliki motivasi dan keinginan untuk bisa belajar selayaknya seorang anak kecil. Melihat betapa bersemangatnya Ma untuk menghabiskan sisa usianya yang sudah sangat senja dan hanya tersisa hitungan hari demi hari tersebut, tidakkah membuat mata hati kita tergerak untuk lebih bersemangat menuntut ilmu, sampai kapan pun dan dalam kondisi seperti apa pun”
Apa yang dilakukan oleh Nenek Ma ini justru berbanding terbalik dengan kondisi sekarang. Orang yang telah menerima pendidikan di salah satu sekolah (tingkat dasar sampai Perguruan tinggi) menganggap bahwa semua telah selesai dan tidak perlu belajar lagi. Sering juga orang mengatakan, “aku sudah tua, otakku tidak bisa berpikir lagi”. Wah, kalau otak tidak bisa berpikir, bagaimana ya???. Orang juga yang sudah mendapat pekerjaan yang mapan bahkan posisi yang tertinggi di salah satu instansi pemerintah atau swasta merasa sudah puas dan tidak perlu belajar lagi. Sekarang saja pemerintah memberi keringanan untuk biaya sekolah, tetap masih tidak mau belajar. Lucunya kebiasaan anak sekolah sekarang, lebih senang libur dari belajar. Jika dikatakan belajar, wajah cemberut!. Tetapi jika dikatakan libur, wah…senangnya minta ampun. Padahal biaya untuk sekolah tetap keluar. Saya juga teringat murid atau di salah satu sekolah menengah di Nias, dimana mereka baru datang ke sekolah ketika pembagian pembagian dana BOS. Meski sakit sekalipun, dipaksakan datang..biasa..mengambil bantuan he..he…Terakhir, dengan pengumuman UAN baik tingkat menengah atas dan pertama ada sebagian siswa yang tidk lulus kecewa dengan stress, kecewa bahkan ada yang bunuh diri. Ada juga yang menyalahkan sekolah dan mengkambinghitamkan guru sebagai biang kerok kegagalan mereka. Padahal bisa saja mereka yang tidak sungguh-sungguh belajar. Selain itu dengan kegagalan ini bukan berarti belajar akan berhenti!. Justru kegagalan ini menjadi pemacu untuk semangat belajar dan belajar lagi sampai menerima hasil yang memuaskan.
Saudara yang kekasih,
Kisah Oma Ma di atas justru dapat menjadi inspirasi bagi kita semua bahwa pendidikan itu berlangsung selama kita masih hidup dan diberi kekuatan untuk berpikir oleh Tuhan. Atau dapat dikatakan LONG LIFE EDUCATION ATAU PEMBELAJARAN SEUMUR HIDUP. Tidak melihat kondisi umur, fisik dan materi termasuk tempat belajar, yang penting belajar. Komponis besar Ludwig Van Bethoven adalah seorang yang bisu dan tuli, namun dia bisa belajar bermain musik dan menghasilkan karya besar. Belajar bukan hanya dengan membaca buku, namun juga belajar dari pengalaman dan kisah yang dialami setiap hari. Pdt. Dr. J.R. Hutauruk (Mantan Ephorus HKBP) pernah mengatakan di salah satu forum bahwa, “mari kita belajar seumur hidup. Mari kita setiap hari membaca buku kehidupan yaitu Pertama, Alkitab sebagai sumber inspirasi dan pembaru hidup rohani kita dan buku-buku “pelajaran” dari berbagai disiplin ilmu yang membangun pengetahuan kita, kedua, manusia (sesama) melalui sifat dan karakter kita dapat belajar. Ketiga, lingkungan termasuk alam dan makhluk hidup lain”
Dalam kesaksian Alkitab juga diberitahukan bagaimana Tuhan mengajar umat-Nya untuk belajar mengasihi-Nya seumur hidup untuk memperoleh berkat yang terus menerus pula. Proses pembelajaran itu adalah tugas orangtua yang mengajar anaknya dari kecil. Setelah anaknya besar, dia juga akan mengajarkan kepada keturunannya. Pembelajaran ini terus menerus berlangsung sampai “hidup masih dikandung badan” dalam setiap kondisi dan situasi bidang kehidupan. Ulangan 6:5-10 dituliskan, “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu”.
Bahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak dan takut akan Tuhan perlu beirman Tuhan secara terus menerus seumur hidup. Hal ini disampaikan Tuhan kepada orang Israel melalui pidato Musa dalam Ulangan 17:18-20 dikatakan, “Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada pada imam-imam orang Lewi. Itulah yang harus ada di sampingnya dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan TUHAN, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan ini untuk dilakukannya, supaya jangan ia tinggi hati terhadap saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di tengah-tengah orang Israel.” Intinya menjadi seorang pemimpin yang berhasil (baik dalam keluarga, gereja, masyarakat, termasuk memimpin diri sendiri) mesti belajar dan belajar terus sekaligus membaharui diri sehingga menjadi berkat bagi orang lain dan menjadi orang yang takut akan Tuhan seperti Raja Salomo.
(Sumber : http/ www.google.com. Long Life Education. By : gustavharefa @Mei 10, 2010. )
I. PENDAHULUAN
Dunia semakin hari semakin mengalami perubahan, perubahan itu terjadi secara alami dan karena campur tangan manusia. Perubahan itu pula yang harus membuat manusia semakin peka akan kejadian-kejadian yang ada. Hadirnya berbagai ilmu pengetahuan di dunia ini memudahkan manusia untuk beraktivitas, teknologi yang canggih di dukung oleh komputerisasi membuat manusia semakin terbantu melakukan aktivitasnya, semuanya terasa lebih mudah. Alat komunikasi yang tak mengenal jarak dan waktu semakin memudahkan manusia untuk terus melakukan interaksi dimanapun dan kapanpun. Begitu cepat perubahan dan perkembangan itu terjadi, hal ini menuntut manusia harus terus belajar dimanapun dan kapanpun.
Pada dasarnya manusia dilahirkan kealam dunia ini dalam keadaan fitrah atau suci sesuai dengan hadist Rasululullah Saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Sejak anak dilahirkan kealam dunia ini sesungguhnya adalah awal manusia mulai belajar, karena di dalam Islam dikatakan bahwa manusia itu belajar sejak ia dilahirkan sampai ia masuk kedalam liang lahat. Sungguh luar biasa ajaran Islam mendidik umatnya untuk terus menuntut ilmu pengetahuan tanpa mengenal usia, selama kita masih bisa menikmati hidup, selama kita masih bisa menghirup udara, selama kita masih bisa bergerak itu artinya kita wajib menuntut ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu
Oleh sebab itu ketika seorang anak mulai dilahirkan kealam dunia ini orang tua sudah mulai mengjari anaknya dengan berbagai hal tentunya dengan konsep dan metode yang sesuaI dengan usianya.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus
Konsep belajar sepanjang hayat atau yang dikenal dengan Long Life education bisa dilakukan dimana saja, mulai dari lingkungan keluarga dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai dengan usia tua, belajar sepanjang hayat juga bisa dilakukan dalam pendidikam formal, dari mulai Taman kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah menengah pertama, Sekolah menegah atas/kejuruan, perguruan tinggi. Lahirnya konsep belajar sepanjang hayat adalah bagian dari keprihatinan pada dunia pedidikan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan pada dunia formal. Oleh sebab itu belajar sepanjang hayat bisa dilakukan pada kegiatan non formal, misalnya kegiatan pelatihan, PLS, kelompok belajar dan lain sebagainya.
II. PEMBAHASAN
A. Belajar sepanjang hayat.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau, setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dan generasi muda, mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya.
B. Landasan Belajar sepanjang hayat
Belajar sepanjang hayat merupakan kewajiban setiap manusia tidak mengenal usia, status, ruang dan waktu serta yang lainnya. Konsep belajar sepanjang hayat sesungguhnya telah lama ada dalam ajaran Islam sesuai dengan hadis yang berbunyi:
اُØ·ْÙ„ُبُÙˆُا العِÙ„ْÙ…َ Ù…ِÙ†َ المَÙ‡ْدِ اِلىَ اللََّØْدِ
artinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis)
Dengan memperhatikan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year). Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education.
Dari landasan diatas maka sesungguhnya pembelajaran sepanjang hayat sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang menyadari akan pentingnya sebuah pengetahuan. Belajar sepanjang hayat bisa dalam pendidikan formal maupun non formal.
c. Belajar Sepanjang hayat dalam tiga aspek menurut penulis
Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan tentap belajar sepanjang hayat yang dilakukan dari tiga aspek lingkungan belajar. Yaitu belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga, dalam pendidikan formal, dan dalam pendidikan non formal.
a). Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga
Tempat belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan keluaraga, pada tapa inilah tahap yang paling menentukan seorang anak untuk memulai pembelajaran dalam keluarganya. Khususnya dalam ajaran Islam pembelajaran sudah dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam rahimnya, dalam konsep ini jelas bahwa Islam memang sangat memperhatikan umatnya untuk senantiasa belajar. Kemudian dalam Islam dijelaskan berdasarkan hadis Rasulullah Saw “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Dalam hadis ini jelas bahwa peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga. Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Belajar pada masa balita
Dalam masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya, sesuai dengan kemampuan serta fase perkembanganya. Misalnya dengan mengajarkan atau melatih anak untuk bisa merangkak, kemudian berdiri, berjalan walaupun pembelajaran seperti ini bisa terjadi secara alami tapi tetap membutuhkan perhatian khusus dari orang tua. Selain itu pada masa balita bisa dilakukan pembelajaran seperti mengucapkan kalimat atau kata sederhana serta belajar bicara dan lain sebagainya.
2. Belajar pada masa kanak-kanak
Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan pembelajaran pada anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran misalnya bagaimana mereka menggunakan pakaian atau melepaskannya, mebiasakan anak untuk hidup disiplin dengan cara memberikan contoh misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah tepat waktu, belajar dan bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pada masa ini pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan misalnya dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya memberikan pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena cenderung seorang anak biasanya melakukan sesuatu dari apa yang dilihatnya. Pada masa ini pembentukan karakter juga bisa diberikan misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika berangkat dan pulang sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih tua, membiasakan sholat lima waktu dan lain sebagainya.
3. Belajar pada masa remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang anak cenderung mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua dalam memberikan pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah penting. Agar pada masa ini bisa berkembang dengan baik, tanpa terpengaruh oleh lingkungan luar, terpengaruh oleng teman-teman bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran sepanjang hayat mempunyai peranan penting karena dalam fase ini pula seorang anak akan mulai mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan cenderung memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu. Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua sangatlah penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang positif serta berkembang secara normal.
4. Belajar pada masa dewasa
Konsep belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang penting dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pada fase ini seorang anak remaja yang berkembang menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati dirinya, bahkan memilki karakter tersendiri. Pada masa ini pula biasanya kecenderungan seseorang untuk menyudahi belajar sangat dominan khususnya perempuan. Diawali selesai masa kuliah, kemudian menikah, punya anak dan memilki keluaraga. Pada masa-masa ini seseorang cenderung lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya. Padahal pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan. Oleh sebab itu dalam lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan pemahan kepada anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik belajar formal maupun non formal.
5. Belajar pada masa tua atau usia lanjut dalam lingkungan keluarga
Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau pada masa ini orang tua memberikan pembeljaran pada anak-anaknya. Karena sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
b). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Formal
Belajar sepanjang hayat sangatlah dibutuhkan setiap individu yang membutuhkan ilmu pengetahuan, orang yang menyadari akan pentingnya arti sebuah ilmu maka ia akan berusaha untuk terus melanjutkan pendidikannya sampai dengan jenjang yang paling tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimilkinya. Didalam ajaran Islam sesunggunya mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw, “ Sesungguhnya menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki atau perempuan “ (HR. Ibnu Majah). Dalam hadis ini sangat tegas di sebutkan atas kewajiban seorang muslim oleh sebab itu apabila kewajiban ini tidak dilakukan oleh seorang muslim maka hukumnya adalah dosa. Dalam hadis yang lain Rasulullah saw, mengatakan “Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga”. (HR. Muslim). Sungguh luar biasa bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan yaitu baginya akan dimudahkan jalan menuju surga, oleh sebab itu dengan hadis ini muda-mudahan kita akan semakin termotivasi, karena mendapat keridhoan Allah dan masuk surga adalah dambaan bagi setiap manusia.
Pembelajaran sepanjang hayat (Long Life education) dalam pendidikan formal, adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana, memilki tujuan – tujuan khusus sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang diminati oleh pembelajar. Yang termasuk dalam pendidikan formal adalah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi, D1, D2, D3, S1,S2, dan S3. Pada pendidikan formal setelah seseorang meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan, setiap orang diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini berlaku sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk belajar maka selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Maka tidak heran kita sering melihat atau mendengar orang yang sudah berusia tua ada di antara sebagian mereka masih melanjutkan kuliahnya ada yang S1, S2 dan S3. itu artinya pendidikan sepanjang hayat ini memang relevan bagi setiap orang, setiap orang punya kesempatan yang sama, asalkan mempunyai keinginan dan kemampuan.
C). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal
Belajar tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita bisa belajar dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah atau pendidikan formal serta berizazah, tetapi belajar bisa dimana saja, dari berbagai sumber yang berisi tentang pengetahuan. Banyak orang yang belajar ototidak (belajar sendiri) namun mereka lebih berhasil dari orang-orang yang berpendidikan formal, itu artinya belum tentu orang yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada orang yang tidak berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi sukses adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain, komunikatif, pandai begaul, punya kemauan keras dan tentunya skil tidak kalah penting.
Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap orang bisa belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep pendidikan sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari yang lainnya. Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok belajar, organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat – tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap orang harus terus belajar dari setiap perjalanan hidupnya sampai ajal menjemputnya. Karena ilmu pengetahuan sangat berguna bagi setiap orang walalupun bagi orang yang sudah berusia lanjut sekalipun. Dalam islam dikatakan Allah akan mengangkat orang – orang yang berilmu dan beriman beberapa derajat, itu artinya betapa Allah menghargai orang yang berilmu karena dengan ilmu pula orang akan lebih mampu mengenal Allah dan lebih banyak mendekatkan diri padanya dengan ritual-ritual ibadah.
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah), tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. (M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. (Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
D. Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam :143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
III. KESIMPULAN
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan sebuah konsep yang memberikan pemahaman kepada setiap orang agar terus belajar dalam perjalanan hidupnya, belajar sepanjang hayat tidak mengenal usia, serta ruang dan waktu. Pendidikan sepanjang hayat juga merupakan konsep yang sudah lama dikenal dalam Islam bahkan jauh sebelum unesco mengeluarkan tentang konsep Long Life Education. Konsep belajar sepanjang hayat dalam Islam sesuai dengan hadir Rasullulah Saw, yaitu” Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis. Selain itu didalam ajaran Islam menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban sesuai dengan hadis Rasulullah saw, sebagai berikut : “ Sesungguhnya menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki atau perempuan “ (HR. Ibnu Majah). Dua hadist diatas jelas menegaskan kepada umatnya bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting. Konsep belajar sepanjang hayat yang penulis kemukakan bisa dilakukan pada lingkungan keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Selanjutnya manfaat dari pendidikan sepanjang hayat adalah agar setiap manusia selalu membepunyai bekal dalam kehidupan ini, sehingga dalam menjalani kehidupan ini akan lebih terarah dan senantiasa mampu melakukan yang terbaik untuk kemaslahatan umat, mampu menjadi orang yang bijaksana.
SUMBER :
- http/www.google.com. Long life Education (Pendidikan Seumur Hidup). By : Namin AB (Mahasiswa Program Pasca sarjana Uhamka) @ Jumat, 22 Januari 2010.
- Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009.
LONG LIFE EDUCATION
Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah), tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. (M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. (Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam :143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kesimpulan
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
(Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009)
LONG LIFE EDUCATION
i
Saya terkejut ketika membaca berita di situs Kompas tentang seorang perempuan yang sudah berusia 102 tahun masih mau belajar di sekolah formal. Di umur yang sebenarnya sudah renta ini, masih punya semangat belajar. Nenek gaul kali ya! He..he.. Sosok perempuan itu adalah Ma Xiuxian Kisah ini terjadi di dataran China, tepatnya di Kota Jinan, Provinsi Shandong. Ma Xiuxian bertekad menuntut ilmunya dengan menjadi murid salah satu sekolah dasar di daerah setempat. Tidak berlebihan juga jika nenek ini disebut sebagai murid SD tertua di dunia.
Kompas menuliskan “Luar biasa, memang. Di usia yang tidak semua orang bisa mencapainya itu, Ma masih memiliki motivasi dan keinginan untuk bisa belajar selayaknya seorang anak kecil. Melihat betapa bersemangatnya Ma untuk menghabiskan sisa usianya yang sudah sangat senja dan hanya tersisa hitungan hari demi hari tersebut, tidakkah membuat mata hati kita tergerak untuk lebih bersemangat menuntut ilmu, sampai kapan pun dan dalam kondisi seperti apa pun”
Apa yang dilakukan oleh Nenek Ma ini justru berbanding terbalik dengan kondisi sekarang. Orang yang telah menerima pendidikan di salah satu sekolah (tingkat dasar sampai Perguruan tinggi) menganggap bahwa semua telah selesai dan tidak perlu belajar lagi. Sering juga orang mengatakan, “aku sudah tua, otakku tidak bisa berpikir lagi”. Wah, kalau otak tidak bisa berpikir, bagaimana ya???. Orang juga yang sudah mendapat pekerjaan yang mapan bahkan posisi yang tertinggi di salah satu instansi pemerintah atau swasta merasa sudah puas dan tidak perlu belajar lagi. Sekarang saja pemerintah memberi keringanan untuk biaya sekolah, tetap masih tidak mau belajar. Lucunya kebiasaan anak sekolah sekarang, lebih senang libur dari belajar. Jika dikatakan belajar, wajah cemberut!. Tetapi jika dikatakan libur, wah…senangnya minta ampun. Padahal biaya untuk sekolah tetap keluar. Saya juga teringat murid atau di salah satu sekolah menengah di Nias, dimana mereka baru datang ke sekolah ketika pembagian pembagian dana BOS. Meski sakit sekalipun, dipaksakan datang..biasa..mengambil bantuan he..he…Terakhir, dengan pengumuman UAN baik tingkat menengah atas dan pertama ada sebagian siswa yang tidk lulus kecewa dengan stress, kecewa bahkan ada yang bunuh diri. Ada juga yang menyalahkan sekolah dan mengkambinghitamkan guru sebagai biang kerok kegagalan mereka. Padahal bisa saja mereka yang tidak sungguh-sungguh belajar. Selain itu dengan kegagalan ini bukan berarti belajar akan berhenti!. Justru kegagalan ini menjadi pemacu untuk semangat belajar dan belajar lagi sampai menerima hasil yang memuaskan.
Saudara yang kekasih,
Kisah Oma Ma di atas justru dapat menjadi inspirasi bagi kita semua bahwa pendidikan itu berlangsung selama kita masih hidup dan diberi kekuatan untuk berpikir oleh Tuhan. Atau dapat dikatakan LONG LIFE EDUCATION ATAU PEMBELAJARAN SEUMUR HIDUP. Tidak melihat kondisi umur, fisik dan materi termasuk tempat belajar, yang penting belajar. Komponis besar Ludwig Van Bethoven adalah seorang yang bisu dan tuli, namun dia bisa belajar bermain musik dan menghasilkan karya besar. Belajar bukan hanya dengan membaca buku, namun juga belajar dari pengalaman dan kisah yang dialami setiap hari. Pdt. Dr. J.R. Hutauruk (Mantan Ephorus HKBP) pernah mengatakan di salah satu forum bahwa, “mari kita belajar seumur hidup. Mari kita setiap hari membaca buku kehidupan yaitu Pertama, Alkitab sebagai sumber inspirasi dan pembaru hidup rohani kita dan buku-buku “pelajaran” dari berbagai disiplin ilmu yang membangun pengetahuan kita, kedua, manusia (sesama) melalui sifat dan karakter kita dapat belajar. Ketiga, lingkungan termasuk alam dan makhluk hidup lain”
Dalam kesaksian Alkitab juga diberitahukan bagaimana Tuhan mengajar umat-Nya untuk belajar mengasihi-Nya seumur hidup untuk memperoleh berkat yang terus menerus pula. Proses pembelajaran itu adalah tugas orangtua yang mengajar anaknya dari kecil. Setelah anaknya besar, dia juga akan mengajarkan kepada keturunannya. Pembelajaran ini terus menerus berlangsung sampai “hidup masih dikandung badan” dalam setiap kondisi dan situasi bidang kehidupan. Ulangan 6:5-10 dituliskan, “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu”.
Bahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak dan takut akan Tuhan perlu beirman Tuhan secara terus menerus seumur hidup. Hal ini disampaikan Tuhan kepada orang Israel melalui pidato Musa dalam Ulangan 17:18-20 dikatakan, “Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada pada imam-imam orang Lewi. Itulah yang harus ada di sampingnya dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan TUHAN, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan ini untuk dilakukannya, supaya jangan ia tinggi hati terhadap saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di tengah-tengah orang Israel.” Intinya menjadi seorang pemimpin yang berhasil (baik dalam keluarga, gereja, masyarakat, termasuk memimpin diri sendiri) mesti belajar dan belajar terus sekaligus membaharui diri sehingga menjadi berkat bagi orang lain dan menjadi orang yang takut akan Tuhan seperti Raja Salomo.
(Sumber : http/ www.google.com. Long Life Education. By : gustavharefa @Mei 10, 2010. )
0 komentar :
Posting Komentar