Long life Education (Pendidikan Seumur Hidup)
I. PENDAHULUAN
Dunia semakin hari semakin mengalami perubahan, perubahan itu terjadi
secara alami dan karena campur tangan manusia. Perubahan itu pula yang
harus membuat manusia semakin peka akan kejadian-kejadian yang ada.
Hadirnya berbagai ilmu pengetahuan di dunia ini memudahkan manusia untuk
beraktivitas, teknologi yang canggih di dukung oleh komputerisasi
membuat manusia semakin terbantu melakukan aktivitasnya, semuanya terasa
lebih mudah. Alat komunikasi yang tak mengenal jarak dan waktu semakin
memudahkan manusia untuk terus melakukan interaksi dimanapun dan
kapanpun. Begitu cepat perubahan dan perkembangan itu terjadi, hal ini
menuntut manusia harus terus belajar dimanapun dan kapanpun.
Pada dasarnya manusia dilahirkan kealam dunia ini dalam keadaan fitrah
atau suci sesuai dengan hadist Rasululullah Saw, “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya
sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Sejak anak dilahirkan kealam dunia
ini sesungguhnya adalah awal manusia mulai belajar, karena di dalam
Islam dikatakan bahwa manusia itu belajar sejak ia dilahirkan sampai ia
masuk kedalam liang lahat. Sungguh luar biasa ajaran Islam mendidik
umatnya untuk terus menuntut ilmu pengetahuan tanpa mengenal usia,
selama kita masih bisa menikmati hidup, selama kita masih bisa menghirup
udara, selama kita masih bisa bergerak itu artinya kita wajib menuntut
ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu
Oleh sebab itu ketika seorang anak mulai dilahirkan kealam dunia ini
orang tua sudah mulai mengjari anaknya dengan berbagai hal tentunya
dengan konsep dan metode yang sesuaI dengan usianya.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus
menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai
akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh
karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus
dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya,
maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan
masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan
Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus
menerus
Konsep belajar sepanjang hayat atau yang dikenal dengan Long Life
education bisa dilakukan dimana saja, mulai dari lingkungan keluarga
dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai dengan usia
tua, belajar sepanjang hayat juga bisa dilakukan dalam pendidikam
formal, dari mulai Taman kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah menengah
pertama, Sekolah menegah atas/kejuruan, perguruan tinggi. Lahirnya
konsep belajar sepanjang hayat adalah bagian dari keprihatinan pada
dunia pedidikan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa
menikmati pendidikan pada dunia formal. Oleh sebab itu belajar
sepanjang hayat bisa dilakukan pada kegiatan non formal, misalnya
kegiatan pelatihan, PLS, kelompok belajar dan lain sebagainya.
II. PEMBAHASAN
A. Belajar sepanjang hayat.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok
dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di
lembaga-lembaga pendidikan formal seseorang masih dapat memperoleh
pengetahuan kalau ia mau, setelah ia selesai mengikuti pendidikan di
suatu lembaga pendidikan formal. Ditekankan pula bahwa belajar dalam
arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan
seseorang. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat
sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing
learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan
ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi
mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu
diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dan generasi muda, mereka
tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat
memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya.
B. Landasan Belajar sepanjang hayat
Belajar sepanjang hayat merupakan kewajiban setiap manusia tidak
mengenal usia, status, ruang dan waktu serta yang lainnya. Konsep
belajar sepanjang hayat sesungguhnya telah lama ada dalam ajaran Islam
sesuai dengan hadis yang berbunyi:
اُطْلُبُوُا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ اِلىَ اللََّحْدِ
artinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis)
Dengan memperhatikan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas
belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum
muslimin. Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu
baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya
sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year).
Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam
falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan
ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem
sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang
miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand
dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education.
Dari landasan diatas maka sesungguhnya pembelajaran sepanjang hayat
sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang menyadari akan pentingnya
sebuah pengetahuan. Belajar sepanjang hayat bisa dalam pendidikan formal
maupun non formal.
c. Belajar Sepanjang hayat dalam tiga aspek menurut penulis
Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan tentap belajar
sepanjang hayat yang dilakukan dari tiga aspek lingkungan belajar. Yaitu
belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga, dalam pendidikan
formal, dan dalam pendidikan non formal.
a). Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga
Tempat belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan
keluaraga, pada tapa inilah tahap yang paling menentukan seorang anak
untuk memulai pembelajaran dalam keluarganya. Khususnya dalam ajaran
Islam pembelajaran sudah dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam
rahimnya, dalam konsep ini jelas bahwa Islam memang sangat memperhatikan
umatnya untuk senantiasa belajar. Kemudian dalam Islam dijelaskan
berdasarkan hadis Rasulullah Saw “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi
Nasrani atau Majusi.” Dalam hadis ini jelas bahwa peran orang tua dalam
keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang
tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga.
Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa
dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Belajar pada masa balita
Dalam masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya,
sesuai dengan kemampuan serta fase perkembanganya. Misalnya dengan
mengajarkan atau melatih anak untuk bisa merangkak, kemudian berdiri,
berjalan walaupun pembelajaran seperti ini bisa terjadi secara alami
tapi tetap membutuhkan perhatian khusus dari orang tua. Selain itu pada
masa balita bisa dilakukan pembelajaran seperti mengucapkan kalimat atau
kata sederhana serta belajar bicara dan lain sebagainya.
2. Belajar pada masa kanak-kanak
Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan
pembelajaran pada anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran
misalnya bagaimana mereka menggunakan pakaian atau melepaskannya,
mebiasakan anak untuk hidup disiplin dengan cara memberikan contoh
misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah tepat waktu, belajar dan
bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pada masa ini
pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan misalnya
dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada
tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya
memberikan pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena
cenderung seorang anak biasanya melakukan sesuatu dari apa yang
dilihatnya. Pada masa ini pembentukan karakter juga bisa diberikan
misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika berangkat dan pulang
sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih tua,
membiasakan sholat lima waktu dan lain sebagainya.
3. Belajar pada masa remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang
anak cenderung mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua
dalam memberikan pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah
penting. Agar pada masa ini bisa berkembang dengan baik, tanpa
terpengaruh oleh lingkungan luar, terpengaruh oleng teman-teman
bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran sepanjang hayat mempunyai
peranan penting karena dalam fase ini pula seorang anak akan mulai
mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan cenderung
memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu.
Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua
sangatlah penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang
positif serta berkembang secara normal.
4. Belajar pada masa dewasa
Konsep belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang
penting dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pada fase ini seorang anak
remaja yang berkembang menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati
dirinya, bahkan memilki karakter tersendiri. Pada masa ini pula biasanya
kecenderungan seseorang untuk menyudahi belajar sangat dominan
khususnya perempuan. Diawali selesai masa kuliah, kemudian menikah,
punya anak dan memilki keluaraga. Pada masa-masa ini seseorang cenderung
lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya.
Padahal pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan. Oleh
sebab itu dalam lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan
pemahan kepada anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik
belajar formal maupun non formal.
5. Belajar pada masa tua atau usia lanjut dalam lingkungan keluarga
Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia,
sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada
usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam
keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau
pada masa ini orang tua memberikan pembeljaran pada anak-anaknya. Karena
sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga
memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan
semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang
dihadapi dalam hidupnya.
b). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Formal
Belajar sepanjang hayat sangatlah dibutuhkan setiap individu yang
membutuhkan ilmu pengetahuan, orang yang menyadari akan pentingnya arti
sebuah ilmu maka ia akan berusaha untuk terus melanjutkan pendidikannya
sampai dengan jenjang yang paling tinggi sesuai dengan kemampuan yang
dimilkinya. Didalam ajaran Islam sesunggunya mencari ilmu pengetahuan
adalah kewajiban. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw, “ Sesungguhnya
menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki
atau perempuan “ (HR. Ibnu Majah). Dalam hadis ini sangat tegas di
sebutkan atas kewajiban seorang muslim oleh sebab itu apabila kewajiban
ini tidak dilakukan oleh seorang muslim maka hukumnya adalah dosa. Dalam
hadis yang lain Rasulullah saw, mengatakan “Barang siapa berjalan untuk
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga”. (HR.
Muslim). Sungguh luar biasa bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan
yaitu baginya akan dimudahkan jalan menuju surga, oleh sebab itu dengan
hadis ini muda-mudahan kita akan semakin termotivasi, karena mendapat
keridhoan Allah dan masuk surga adalah dambaan bagi setiap manusia.
Pembelajaran sepanjang hayat (Long Life education) dalam pendidikan
formal, adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana, memilki
tujuan – tujuan khusus sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang
diminati oleh pembelajar. Yang termasuk dalam pendidikan formal adalah
dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi, D1,
D2, D3, S1,S2, dan S3. Pada pendidikan formal setelah seseorang
meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan, setiap orang
diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak
mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini
berlaku sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk
belajar maka selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Maka tidak heran kita sering
melihat atau mendengar orang yang sudah berusia tua ada di antara
sebagian mereka masih melanjutkan kuliahnya ada yang S1, S2 dan S3. itu
artinya pendidikan sepanjang hayat ini memang relevan bagi setiap orang,
setiap orang punya kesempatan yang sama, asalkan mempunyai keinginan
dan kemampuan.
C). Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal
Belajar tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita
bisa belajar dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah
atau pendidikan formal serta berizazah, tetapi belajar bisa dimana saja,
dari berbagai sumber yang berisi tentang pengetahuan. Banyak orang yang
belajar ototidak (belajar sendiri) namun mereka lebih berhasil dari
orang-orang yang berpendidikan formal, itu artinya belum tentu orang
yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada orang yang tidak
berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi sukses
adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain, komunikatif, pandai
begaul, punya kemauan keras dan tentunya skil tidak kalah penting.
Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap orang bisa
belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di
dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep
pendidikan sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari
yang lainnya. Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok
belajar, organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat –
tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Oleh sebab itu sudah
seharusnya setiap orang harus terus belajar dari setiap perjalanan
hidupnya sampai ajal menjemputnya. Karena ilmu pengetahuan sangat
berguna bagi setiap orang walalupun bagi orang yang sudah berusia lanjut
sekalipun. Dalam islam dikatakan Allah akan mengangkat orang – orang
yang berilmu dan beriman beberapa derajat, itu artinya betapa Allah
menghargai orang yang berilmu karena dengan ilmu pula orang akan lebih
mampu mengenal Allah dan lebih banyak mendekatkan diri padanya dengan
ritual-ritual ibadah.
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa.
Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia
seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan
rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. (
M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di
masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak
Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja
mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga
sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU
Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak
memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam
pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga
mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat
dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan,
dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur
hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah),
tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun
di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga
peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri
secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar
Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia
seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar.
(M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum
dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur.
Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk
kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal
dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga,
lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur
tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur
terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak.
(Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang
tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang
Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak
mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya
terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan
kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi
hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
D. Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan
manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi,
sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau
keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh
potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan
membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan
menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi
baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai
konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat
dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam
:143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari
berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa
masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses
dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
III. KESIMPULAN
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa.
Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia
seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan
rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. (
M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di
masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak
Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan,
bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di
dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum
dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur.
Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk
kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal
dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga,
lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan sebuah konsep yang memberikan
pemahaman kepada setiap orang agar terus belajar dalam perjalanan
hidupnya, belajar sepanjang hayat tidak mengenal usia, serta ruang dan
waktu. Pendidikan sepanjang hayat juga merupakan konsep yang sudah lama
dikenal dalam Islam bahkan jauh sebelum unesco mengeluarkan tentang
konsep Long Life Education. Konsep belajar sepanjang hayat dalam Islam
sesuai dengan hadir Rasullulah Saw, yaitu” Tuntutlah ilmu oleh kalian
mulai sejak di buaian hingga liang lahat”. (Al-hadis. Selain itu didalam
ajaran Islam menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban sesuai dengan hadis
Rasulullah saw, sebagai berikut : “ Sesungguhnya menuntut ilmu itu
adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki atau perempuan “ (HR.
Ibnu Majah). Dua hadist diatas jelas menegaskan kepada umatnya bahwa
ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting. Konsep belajar
sepanjang hayat yang penulis kemukakan bisa dilakukan pada lingkungan
keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Selanjutnya
manfaat dari pendidikan sepanjang hayat adalah agar setiap manusia
selalu membepunyai bekal dalam kehidupan ini, sehingga dalam menjalani
kehidupan ini akan lebih terarah dan senantiasa mampu melakukan yang
terbaik untuk kemaslahatan umat, mampu menjadi orang yang bijaksana.
SUMBER :
- http/www.google.com. Long life Education (Pendidikan Seumur Hidup). By
: Namin AB (Mahasiswa Program Pasca sarjana Uhamka) @ Jumat, 22 Januari
2010.
- Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009.
LONG LIFE EDUCATION
Konsep Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa.
Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia
seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan
rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. (
M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di
masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak
Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja
mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga
sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU
Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak
memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu.
Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi.
Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam
pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga
mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat
dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan,
dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur
hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah),
tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun
di luar sekolah.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga
peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri
secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a. Lembaga keluarga ( orang tua )
b. Lembaga sekolah
c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar
Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia
seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar.
(M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum
dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur.
Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk
kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal
dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga,
lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur
tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur
terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak.
(Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang
tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang
Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak
mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya
terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan
kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi
hamba yang baik, menjadi insan kamil.
( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009)
Implikasi Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan
manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi,
sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau
keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh
potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan
membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan
menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi
baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai
konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat
dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam
:143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari
berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa
masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses
dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kesimpulan
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa.
Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia
seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan
rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. (
M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di
masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak
Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan,
bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di
dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum
dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur.
Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk
kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal
dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga,
lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
(Sumber Materi : http/www.google.com. Long life Education. By : Zulv1ck4r’s Blog @ Maret 30, 2009)
LONG LIFE EDUCATION
i
Saya terkejut ketika membaca berita di situs Kompas tentang seorang
perempuan yang sudah berusia 102 tahun masih mau belajar di sekolah
formal. Di umur yang sebenarnya sudah renta ini, masih punya semangat
belajar. Nenek gaul kali ya! He..he.. Sosok perempuan itu adalah Ma
Xiuxian Kisah ini terjadi di dataran China, tepatnya di Kota Jinan,
Provinsi Shandong. Ma Xiuxian bertekad menuntut ilmunya dengan menjadi
murid salah satu sekolah dasar di daerah setempat. Tidak berlebihan juga
jika nenek ini disebut sebagai murid SD tertua di dunia.
Kompas menuliskan “Luar biasa, memang. Di usia yang tidak semua orang
bisa mencapainya itu, Ma masih memiliki motivasi dan keinginan untuk
bisa belajar selayaknya seorang anak kecil. Melihat betapa
bersemangatnya Ma untuk menghabiskan sisa usianya yang sudah sangat
senja dan hanya tersisa hitungan hari demi hari tersebut, tidakkah
membuat mata hati kita tergerak untuk lebih bersemangat menuntut ilmu,
sampai kapan pun dan dalam kondisi seperti apa pun”
Apa yang dilakukan oleh Nenek Ma ini justru berbanding terbalik dengan
kondisi sekarang. Orang yang telah menerima pendidikan di salah satu
sekolah (tingkat dasar sampai Perguruan tinggi) menganggap bahwa semua
telah selesai dan tidak perlu belajar lagi. Sering juga orang
mengatakan, “aku sudah tua, otakku tidak bisa berpikir lagi”. Wah, kalau
otak tidak bisa berpikir, bagaimana ya???. Orang juga yang sudah
mendapat pekerjaan yang mapan bahkan posisi yang tertinggi di salah satu
instansi pemerintah atau swasta merasa sudah puas dan tidak perlu
belajar lagi. Sekarang saja pemerintah memberi keringanan untuk biaya
sekolah, tetap masih tidak mau belajar. Lucunya kebiasaan anak sekolah
sekarang, lebih senang libur dari belajar. Jika dikatakan belajar, wajah
cemberut!. Tetapi jika dikatakan libur, wah…senangnya minta ampun.
Padahal biaya untuk sekolah tetap keluar. Saya juga teringat murid atau
di salah satu sekolah menengah di Nias, dimana mereka baru datang ke
sekolah ketika pembagian pembagian dana BOS. Meski sakit sekalipun,
dipaksakan datang..biasa..mengambil bantuan he..he…Terakhir, dengan
pengumuman UAN baik tingkat menengah atas dan pertama ada sebagian siswa
yang tidk lulus kecewa dengan stress, kecewa bahkan ada yang bunuh
diri. Ada juga yang menyalahkan sekolah dan mengkambinghitamkan guru
sebagai biang kerok kegagalan mereka. Padahal bisa saja mereka yang
tidak sungguh-sungguh belajar. Selain itu dengan kegagalan ini bukan
berarti belajar akan berhenti!. Justru kegagalan ini menjadi pemacu
untuk semangat belajar dan belajar lagi sampai menerima hasil yang
memuaskan.
Saudara yang kekasih,
Kisah Oma Ma di atas justru dapat menjadi inspirasi bagi kita semua
bahwa pendidikan itu berlangsung selama kita masih hidup dan diberi
kekuatan untuk berpikir oleh Tuhan. Atau dapat dikatakan LONG LIFE
EDUCATION ATAU PEMBELAJARAN SEUMUR HIDUP. Tidak melihat kondisi umur,
fisik dan materi termasuk tempat belajar, yang penting belajar. Komponis
besar Ludwig Van Bethoven adalah seorang yang bisu dan tuli, namun dia
bisa belajar bermain musik dan menghasilkan karya besar. Belajar bukan
hanya dengan membaca buku, namun juga belajar dari pengalaman dan kisah
yang dialami setiap hari. Pdt. Dr. J.R. Hutauruk (Mantan Ephorus HKBP)
pernah mengatakan di salah satu forum bahwa, “mari kita belajar seumur
hidup. Mari kita setiap hari membaca buku kehidupan yaitu Pertama,
Alkitab sebagai sumber inspirasi dan pembaru hidup rohani kita dan
buku-buku “pelajaran” dari berbagai disiplin ilmu yang membangun
pengetahuan kita, kedua, manusia (sesama) melalui sifat dan karakter
kita dapat belajar. Ketiga, lingkungan termasuk alam dan makhluk hidup
lain”
Dalam kesaksian Alkitab juga diberitahukan bagaimana Tuhan mengajar
umat-Nya untuk belajar mengasihi-Nya seumur hidup untuk memperoleh
berkat yang terus menerus pula. Proses pembelajaran itu adalah tugas
orangtua yang mengajar anaknya dari kecil. Setelah anaknya besar, dia
juga akan mengajarkan kepada keturunannya. Pembelajaran ini terus
menerus berlangsung sampai “hidup masih dikandung badan” dalam setiap
kondisi dan situasi bidang kehidupan. Ulangan 6:5-10 dituliskan,
“Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu
pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau
duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu
rumahmu dan pada pintu gerbangmu”.
Bahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak dan takut akan Tuhan
perlu beirman Tuhan secara terus menerus seumur hidup. Hal ini
disampaikan Tuhan kepada orang Israel melalui pidato Musa dalam Ulangan
17:18-20 dikatakan, “Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka
haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab
yang ada pada imam-imam orang Lewi. Itulah yang harus ada di sampingnya
dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan
TUHAN, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan
ini untuk dilakukannya, supaya jangan ia tinggi hati terhadap
saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke
kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di
tengah-tengah orang Israel.” Intinya menjadi seorang pemimpin yang
berhasil (baik dalam keluarga, gereja, masyarakat, termasuk memimpin
diri sendiri) mesti belajar dan belajar terus sekaligus membaharui diri
sehingga menjadi berkat bagi orang lain dan menjadi orang yang takut
akan Tuhan seperti Raja Salomo.
(Sumber : http/ www.google.com. Long Life Education. By : gustavharefa @Mei 10, 2010. )